Extra Story - PEOPLE WITH BLIND FAITH

00.19



SIDE STORY
PEOPLE WITH BLIND FAITH
Oleh : Erwina



[Satu – Prolog]

Edreronia, School Of Magics. Sekolah sihir yang sudah terkenal sejak ratusan tahun dan dipercaya mendidik anak-anak berpotensi menjadi penyihir yang hebat. Dan pada musim semi mereka menyelenggarakan acara tahunan, pelepasan murid didiknya yang sudah menyelesaikan masa belajarnya.

Semua murid dari akademi  ada di sana, murid-murid yang masih dalam masa pembelajaran duduk di belakang untuk mengantar kepergian seniornya. Sementara murid-murid yang akan lulus duduk tepat di depan podium, dan disanalah terlihatlah pria dengan poni acak-acakan duduk di kursi dengan tenang.

Justru kata ‘dengan tenang’ membuat teman-teman di sekitarnya heran. Evans adalah nama pemuda itu, dan dia terkenal selalu seenaknya di sekolah, walau begitu dia tak pernah mendapat sanksi karena merupakan anak yang spesial. Evans berbakat dengan sihir, namun alasan dia spesial karena dia adalah cucu satu-satunya dari guru besar di sekolah itu.

Intinya cucu dari orang paling berpengaruh.

Evans masih menunggu kehadiran seseorang di atas podium, beberapa sambutan terus datang mulai dari salah satu guru, kakeknya yang merupaan guru besar. Namun bukan mereka yang Evans tunggu, yang dia tunggu adalah sambutan dari ketua prefek tahun ini.

Dan penantian panjangnya akhirnya selesai, setelah kakeknya memberikan sambutan maka giliran selanjutnya adalah ketua prefek tahun ini. Posisi duduk Evans yang awalnya santai kini kembali tegap dengan punggung sejajar dengan sandaran kursi, bukan hanya Evans tapi kebanyakan murid juga melakukan hal serupa untuk melihat ketua dari semua murid itu. Terlihat seorang murid mulai berjalan mendekati podium, memakai seragam yang sama dengan semua murid di sana ditambah dengan bros bunga mawar yang dikaitkan di sisi kanan seragamnya. Rambut panjangnya berwarna biru langit, tubuh yang nampak langsing, namun dari semua itu yang paling menonjol adalah wajahnya yang manis dengan beautymark di bawah mata kirinya.  

Gadis itu bernama Maida York.

Maida kini sudah ada di podium, dia bisa melihat jelas semua orang yang ada di bawah memperhatikannya. Gadis itu sudah terbiasa dipandangi, tapi berdiri untuk memberikan kata-kata terimakasih di hadapan semua murid tentu membuatnya perlu menyiapkan hati. Saat sedang memperhatikan murid-murid yang ada di bawah, entah kenapa dengan mudahnya dia menemukan sosok Evans yang kini memandangnya.

Mereka berdua saling bertemu mata, Evans memberikan senyum nakal dan Maida meresponnya dengan merengut tanda tidak suka. Sudah bukan rahasia umum bahwa dua orang ini dekat, bahkan tak sedikit orang mengatakan kalau sebenarnya Evans dan Maida sudah menjadi sepasang kekasih. Tapi dari semua gosip itu, yang mengetahui kebenaran yang terjadi hanyalah Evans dan juga Maida.

Evans mendengar beberapa gadis di belakang mulai berbisik-bisik, mungkin mereka sadar kalau dia dan Maida sempat bertemu mata dan memberikan isyarat satu sama lain. Evan menoleh ke arah mereka, tersenyum penuh  karisma dengan telunjuk berada di depan bibir, membuat gadis-gadis itu diam dengan wajah memerah. Evans kembali memperhatikan Maida yang mulai berpidato, sekali lagi pemuda itu tersenyum senang. Dia masih tak percaya apa yang terjadi selama 4 tahun ini, kehidupan sekolah yang dulu dia anggap sebagai permainan nyatanya malah berbalik, dan semua itu karena dia, Maida York.

Cinta pertamanya.


You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Subscribe