Bagian 1 – Kebohongan dan Teman
Evie, nyonya
berumur 42 tahun memakai daster bercorak bunga anggrek. Rambutnya tertata rapi
dengan beberapa helai terbelit pada rol rambut berjumlah tujuh, ekspresi nyonya
ini tampak sebal. Menggedor pintu kamar nomor 203, tapi tak ada tanda-tanda
akan dibukakan. Dia mulai berkeringat dingin, sampai jumput rambut yang tak
ikut di rol melekat pada dahinya. Dia yakin ada orang di dalam, Muriel Teffania
siapa lagi? Mau sampai kapanpun gadis itu tak
akan bisa kabur darinya.
Sudah
berpuluh-puluh kali digedor tapi tak ada jawaban, dia mulai ragu karena merasa
memang tak ada orang di dalam. Apa lebih baik di bobol saja? Ya! Dia akan ambil
kunci cadangan untuk masuk ke kamar yang dia sewakan itu.
Evie merasa idenya
brilian, dengan langkah mantap dia hendak turun ke kamarnya melalui tangga besi
yang jadi satu-satunya jalan turun. Dan saat itu juga, ada pemuda memegang
ransel yang dipakainya, berjalan naik.
Kaoru namanya,
pemuda keturunan Jepang itu nampak tak suka berpapasan dengan Evie, ibu kosnya.
Kenapa?
“Kaoru! Mana
Muriel? Sudah kuketuk pintu kamar kalian tapi tak ada jawaban? Dia pasti
bersembunyi di dalam kan?” Kata Evie lantang sambil berkacak pinggang memegang
sisi lemak perutnya yang berlapis-lapis.
Kaoru hanya tersenyum
sabar.
“Muriel sepertinya
masih kuliah sampai malam, mau kusampaikan jika dia pulang?“
Nyonya bernama Evie
itu nampak percaya, Kaoru berbeda dengan
Muriel. Dia lebih tampan, dia lebih sopan, dan yang terpenting dia tak pernah
nunggak kalau masalah bayar uang bulanan. Tentu yang paling penting Kaoru
adalah seleranya, sepuluh tahun menjanda membuat wanita ini haus akan daun
muda.
“Baiklah, tolong
sampaikan padanya. Tampan~” nadanya menggoda. Mendekat sambil berusaha mencolek
dagu Kaoru, untungnya yang bersangkutan langsung mundur bersandar pada dinding
sambil tersenyum gugup. Inilah alasan kenapa Kaoru tak suka berpapasan dengan
Nyonya ini. Gayanya benar-benar tak sadar akan umur.
“Baiklah, aku ke
kamarku dulu. Selamat siang bibi!” Tak mau berlama-lama, Kaoru segera berjalan
cepat lanjut melangkahi anak tangga.
“Sudah ku bilang,
jangan panggil aku bibi!” Terdengar teriakan Nyonya Evie yang semakin lama
semakin samar begitu Kaoru menutup pintu setelah masuk ke kamar sewanya. Inilah
alasan, bagi Kaoru nyonya Evie adalah momok. Kalau bukan karena rumah sewanya
murah dan dekat dengan kampus, Kaoru tak akan betah di tempat ini. Padahal tadi
pagi dia sengaja berangkat jam enam hanya demi menghindar dari wanita tak sadar
umur itu, salah siapa Kaoru bisa bertemu dengannya?
“Oh men, Nyonya
Evie benar-benar mengerikan,” celetuk seseorang riang yang kini berdiri di ambang
pintu memandang Kaoru. Tanktop
berwarna hitam, celana kain berukuran ¾ , Iris berwarna Magenta dengan rambut
berwarna silver cocok dengan kulit
tubuhnya yang putih kekuningan.
Muriel Teffania
biang keladinya.